Identitas Buku | Buku 1 | Buku 2 |
Judul | Urban Geography 2nd Edition | Geografi Kota dan Desa |
Pengarang | Ray M. Northam | Drs. N. Daldjoeni |
Penerbit | John Wiley & Sons, Inc | Penerbit Alumni |
Negara | Amerika Serikat | Indonesia |
Tahun | 1979 | 1999 |
Tebal | 512 | 271 |
Halaman review | Bab II: 9-29 | Bab III:37-48 |
Northam menyinggung kota dalam dua istilah yang berbeda. Beliau menggunakan kata city dan urban dengan tujuan menghilangkan overlap di antara kedua istilah tersebut. Merujuk pada Anderson (1959), Northam menyatakan bahwa urban adalah cara hidup manusia yang kondisinya dicirikan dengan kebiasaan tertentu, misalnya tempat tinggal tidak tetap, kemunduran, ataupun keadaan tanpa identitas. Pengertian tersebut cukup baik dalam pandangan sosial, tetapi tidak untuk geografi.
Geograf cenderung mengartikan urban bukan sebagai kebiasaan atau perilaku, namun sebagai jenis tempat tinggal. Geograf menekankan pada karakteristik suatu tempat daripada gaya hidup manusia. Geograf mencirikan urban sebagai tempat yang (1) memiliki kepadatan penduduk lebih besar daripada populasi umumnya, (2) berpenduduk dangan matapencaharian di luar sektor agraris, dan (3) merupakan pusat kegiatan budaya, pemerintahan, dan ekonomi.
Selanjutnya, Northam mengklasifikasikan urban menjadi sembilan, berdasarkan jumlah penduduknya.
Tabel 1. Klasifikasi Urban Berdasarkan Jumlah Penduduknya
Kelas | Nama | Jumlah Penduduk |
I | Dusun | 16-150 |
II | Desa | 150-1.000 |
III | Kota sangat kecil | 1.000-2.500 |
IV | Kota kecil | 2.500-25.000 |
V | Kota sedang | 25.000-100.000 |
VI | Kota besar | 100.000-800.000 |
VII | Metropolis | 800.000-tak terbatas |
VIII | Megalopolis | Tak terbatas, paling sedikit beberapa juta |
IX | Ecumenopolis | Tak terbatas, kira-kira 10 juta |
Sumber: Disadur dari R. M. Highsmith dan Ray M. Northam, World
Economic Activities, 1968, Tabel 16-3.
Selain membahas urban, Northam juga menyinggung mengenai pengertian city (dalam bahasa Indonesia city diartikan sebagai kota). Kata ini lebih sering digunakan, namun dalam konteks yang berbeda-beda. Salah satu pengertian mengatakan bahwa city mencirikan suatu tempat dengan karakteristik populasi. Yang lain menyebut kota sebagai tempat lokal dengan kumpulan manusia yang berjumlah besar dan bercirikan kehidupan urban. Untuk lebih jelasnya, Northam memberikan ilustrasi sebagai berikut.
Northam juga menuliskan beberapa syarat suatu tempat dikatakan sebagai urban, yaitu:
1. Paling sedikit 75% masyarakatnya bekerja di luar sektor agraris.
2. Memiliki paling tidak satu ciri di bawah ini (penjelasan kriteria (1)):
a. Paling sedikit 50% penduduknya bertempat tinggal di lokasi yang bersambungan dengan kepadatan paling sedikit 150 orang per mil2.
b. Paling sedikit 10% atau 10.000 penduduknya bekerja di luar sektor agraris.
c. Paling sedikit 10% atau 10.000 tenaga buruh bekerja di luar sektor agraris.
Daldjoeni membahas kota tanpa membandingkannya dengan urban. Dari alasan tersebut, penulis tidak menemukan pembanding dalam mengartikan urban dan city. Daldjoeni menggunakan pengertian kota dari Bintarto, yaitu kota merupakan suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen dan coraknya yang materialistis.
Northam dan Daldjoeni memiliki pandangan yang sama mengenai kota dalam hal kepadatan penduduk. Artinya, penduduk yang besar merupakan salah satu ciri kota. Ciri lain yang mereka sebutkan secara tepat dapat menggambarkan kota secara umumnya.
Selangkah lebih baik, Daldjoeni membahas kota menggunakan berbagai pendekatan, termasuk pendekatan geografi. Beliau mengutamakan pengkajian kota berdasarkan pokok-pokok (1) asal-usul serta pertumbuhannya, (2) alasan lahirnya, (3) seluk-beluk fungsinya, (4) efek-efeknya, dan (5) hubungan timbal balik antara kota dan masyarakat dan sebaliknya. Beliau mengungkapkan empat pendekatan dengan merujuk pada John R. Short (An Introduction to Urban Geography (1984)).
1. Pendekatan ekologis.
2. Pendekatan neo-klasik atau otonomi politis.
3. Pendekatan keperilakuan (behavioristis).
4. Pendekatan strukturalistis.
Akhirnya, secara umum Daljoeni menggunakan pengertian kota, yaitu suatu pemusatan keruangan dari tempat tinggal dan tempat kerja manusia yang kegiatannya umum di sektor sekunder dan tersier, dengan pembagian kerja ke dalam dan arus lalu lintas yang beraneka antara bagian-bagiannya dan pusatnya, yang pertumbuhannya sebagian besar disebabkan oleh tambahan kaum pendatang dan mampu melayani kebutuhan barang dan jasa bagi wilayah yang jauh letaknya.
Dari kedua ahli di atas, pada umumnya pembahasan kota merujuk pada ahli-ahli dari Barat (Eropa). Namun, secara umum pembahasan mereka memiliki pandangan yang hampir sama sebagai geograf. Mereka berbeda pandangan jika dilihat dari di mana mereka tinggal, karena antara Barat dan Indonesia (timur) memiliki warna kehidupan yang berbeda. Jadi, untuk lebih kontekstual kita dapat merujuk pada Daldjoeni.
Dari kedua ahli, dapat ditarik kesimpulan bahwa kota memiliki ciri sebagai berikut:
a. Penduduk berjumlah besar.
b. Penduduknya bekerja di luar sektor agraris (sekunder dan tersier).
c. Pusat kegiatan pemerintahan, ekonomi, dan budaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Katakan....