Oops, tapi inti kota Malang belum menunjukkan pembangunan yang memperhatikan keberlanjutan lingkungan. Lihat saja, sebagian besar alun-alunnya stop-covered atau tertutup oleh paving. Hm, Ruang Terbuka Hijau akan berkurang.
Di dalam dan sekitar alun-alun, masyarakat menempati cluster terentu untuk berjualan. Di berbagai tempat dan terkesan sembarangan. Biasanya mereka menjual jajanan. Kegiatan ditambah dengan para pengemis, orang berkencan, dan sekadar lewat saja.
Tidak jauh dari inti kota, terdapat Pasar Besar Kota Malang. I think it’s right. Di sekitar pasar, merupakan kampung-kampung khusus: Cina, Arab, Madura. Di pasar sendiri, merupakan ‘tempat penuh sesak’: parkir memakan badan jalan, berjualan di trotoar.
Kita tinggalkan CBD dan menuju bagian selaput Kota Malang: Comboran (Pasar). Coboran digambarkan oleh topografi yang mulai melandai dan hiruk pikuk yang tidak se-intense di inti kota. Comboran merupakan gambaran manusia butuh uang, tapi dengan cara apapun. Psst, informan tertentu menceritakan bahwa Comboran merupakan pasar yang menjual barang-barang hasil.
Sampailah di pitstop terakhir:Lapangan Rampal. Kawasan ini merupakan kawasan hijau dengan rumput dan pohon yang subur. Kegiatan masyarakat di sekitarnya tidak sepadat di inti dan selaput kota. Di kawasan ini, masih terasa hawa nyaman dan damai. Hanya terdapat beberapa ruko. dan kegiatan utama didominasi oleh kegiatan relaksasi: olahraga.
Nah, sebenarnya observasi seharusnya berlanjut untuk mengekspor seluruh kota, namun berhubung judul post seperti di atas, observasi harus berakhir. Yang terakhir, perkembangan perkotaan tidak akan jauh dari kemajuan (kegiatan) dan kemerosotan (lingkungan). Ini gambar terakhir dari saya. Kota Malang dari ketinggian.
(purify, (c)2011 dhanzsity)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Katakan....